Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksikan produksi kelapa sawit nasional pada tahun 2014 akan meningkat 7,7% menjadi sekitar 28 juta ton dari tahun 2013 hanya 26 juta ton. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Priyono mengatakan kenaikan produksi tersebut lebih besar 2 juta ton dari tahun 2013.
“Kita berharap produksi pada 2014 mencapai antara 27,5 juta ton – 28 juta ton atu naik sekitar 2 juta ton dari pada produksi 2013 yang hanya 26 juta ton,” ujar Djoko pada Press Conference Refleksi Industri Sawit Tahun 2013 dan Prospek Tahun 2014.
Namun demikian, menurut Djoko peningkatan produksi tersebut tidak mencukupi dibandingkan dengan permintaan. Pasalnya ada kaitan dengan kondisi global. “Namun permintaan dunia belum sepenuhnya pulih dan normal. Sebabnya kebijakan beberapa negara terutama Indonesia dan Malaysia yang akan meningkatkan konsumsi dalam negeri biofuelnya akan menjadi faktor penentu perkembangan kelapa sawit 2014,” ucap Djoko.
Djoko menerangkan permintaan global yang belum kondusif akan ada perimbangan baru pada domestik. Harapan pada domestik tertuju pada mandatory biodiesel atau biofuel sebesar 10% untuk mensubstitusi ke solar. “Diperkirakan Indonesia akan menambah pasokan konsumsi CPO sebesar 3,3 juta ton untuk biofuels,” jelasnya.
Komoditas kelapa sawit merupakan penyumbangdevi devisa negara terbesar untuk komoditas perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari nilai ekspor produk kelapa sawit dan turunannya mencapai US$ 11,61 milyar naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya, demikian juga dengan volume sebanyak 21,2 ton CPO meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya. Menurut data dari BPS, diperkirakan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya akan terus mengalami kenaikan baik voleme maupun nilainya, dengan tujuan Negara ekspor minyak sawit antara lain: China, Belanda, India, Malaysia, Amerika, Italia, Jerman dan lainnya.
Sedangkan Menteri Pertanian Suswono menyatakan, Indonesia telah menjadi negara penghasil minyak kepala sawit mentah atau crude palm oil terbesar di dunia. Ia mencatat, pada 2012, tingkat produksi minyak sawit Indonesia sudah mencapai 23 juta ton. Bahkan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit mengklaim produksi tahun lalu mencapai 25 juta ton. “Ini jadi modal Indonesia memegang pasar CPO dunia,” kata Suswono.
Ia juga menyatakan, devisa ekspor khusus produk kelapa sawit sendiri mencapai US$ 19,65 miliar atau Rp 200 triliun. Sedangkan ekspor di luar produk kelapa sawit secara kumulatif menyumbang devisa sebesar Rp 50 triliun pada 2012.
Kelapa sawit sendiri, menurut Suswono, adalah produk pertanian yang paling siap menjadi sumber bahan bakar terbarukan atau nabati.Bahkan, Suswono juga menyatakan, industri kelapa sawit lebih unggul dalam penyerapan tenaga kerja dibandingkan sektor industri, perdagangan, dan jasa lainnya. Industri kelapa sawit menyerap sekitar 4,5 juta tenaga kerja.
“Dari luasan lebih dari 9 juta hektare, sekitar 41 persen diusahakan perkebunan rakyat. Jadi bukan perusahaan besar saja,” dia menjelaskan. Hal ini juga yang diklaim Suswono sebagai sisi positif yang turut mengembangkan pertumbuhan ekonomi di daerah terpencil, khususnya Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Meski demikian, masalah masih terjadi di industri tersebut, yaitu ketersediaan infrastruktur terutama jalan produksi dan akses. Hingga saat ini, menurut Suswono, kemampuan infrastruktur belum memadai untuk menyalurkan hasil produksi tiap 10 ribu hektare perkebunan kelapa sawit yang memproduksi sekitar 200-350 ribu ton CPO.
Selain itu, masalah lain pada tingkat dunia adalah penolakan terhadap produk Indonesia dengan isu merusak lingkungan. Menurut Suswono, hingga saat ini pelaku bisnis dan pemerintah terus berupaya mewujudkan produksi yang ramah lingkungan.
Suswono mengklaim pada saat ini sudah ditetapkan 11 lembaga sertifikasi ISPO perkebunan kelapa sawit. Ia mencatat sudah ada 19 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah mendapat sertifikat ISPO. Sedangkan 95 perusahaan lainnya masih dalam proses. “Kita berharap, 2014, seluruh perusahaan telah mendapatkan sertifikat ISPO,” pungkasnya.
Sesuai Prediksi
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, produksi CPO Indonesia tahun ini di bawah prediksi atau hanya 26 juta ton akibat panen terganggu cuaca ekstrem. “Prediksi awal, produksi CPO 2013 sebesar 28 juta ton hingga 28,5 juta ton, tapi melihat kondisi dewasa ini diperkirakan produksi hanya sekitar 26 juta ton,” kata Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun.
Penurunan produksi tersebut terjadi akibat hasil panen sawit dalam negeri sedang turun, sebagai dampak dari faktor cuaca esktrem. Namun meski turun, produksi itu mengalami kenaikan dibandingkan produksi tahun 2012, yang masih 25,7 juta ton.
Dia menjelaskan, produksi CPO Indonesia yang turun itu menjadi salah satu faktor pemicu naikknya harga jual komoditas itu yang sudah mencapai 900-an dolar AS per metrik ton (MT) dari 800-an per MT sebelumnya.
Diharapkan harga bisa naik lagi karena produksi tren melemah. Apalagi, penyerapan CPO di dalam negeri semakin besar terkait untuk penggunaan biodiesel. Dengan penyerapan biodiesel yang semakin banyak, maka volume ekspor semakin turun sehingga bisa memicu kenaikan harga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar